Kelompok tumbuhan yang belum memiliki akar, batang, dan daun yang nyata digolongkan dalam golongan Thallophyta, misalnya lumut (Bryophyta). Tumbuhan lumut (Bryophyta) belum menampakkan ciri adanya akar sejati. Sederetan sel-sel yang menyerupai rambut, menggantikan fungsi akar yang belum dimilikinya.
Inilah yang dinamakan rizoid (akar semu) yang berfungsi menyerap air dan zat hara dari tempat hidupnya. Rizoid juga berfungsi untuk menambatkan tubuh lumut pada tempat hidupnya. Batang dan daun sejati belum ditemukan pada lumut, hanya pada lumut daun telah menunjukkan kemajuan dengan adanya struktur batang serta daun sederhana, tanpa jaringan pengangkut.
Lumut menyukai tempat yang teduh dan lembab, misalnya tembok, permukaan batuan, genteng, dan kulit pohon. Di tempat yang miskin zat organik pun Lumut tetap dapat hidup di tempat yang mengandung sedikit zat organik, asalkan memiliki kelembaban yang cukup.
Karena sifat toleran yang sangat tinggi tersebut, maka lumut dapat tumbuh dimana-mana. Inilah yang menjadi alasan mengapa lumut disebut tumbuhan kosmopolit. Talus berwarna hijau karena adanya klorofil menjadikan lumut mampu melakukan sintesis senyawa organik dengan bantuan sinar matahari. Jadi, lumut bersifat autotrof karena tidak bergantung pada organisme lain. Lumut menghasilkan spora sebagai alat perkembangbiakan.
Pada talus bagian atas lumut yang sudah dewasa akan terbentuk badan penghasil spora yang dinamakan sporogonium. Sporogonium merupakan perkembangan dari zigot, hasil peleburan spermatozoid yang dibentuk oleh anteridium dan ovum yang dibentuk oleh arkegonium. Spora dibentuk secara meiosis dalam kotak spora (sporogonium). Jika kotak spora telah masak, dengan gerak higroskopik kotak spora pecah dan spora-spora terlempar keluar.
Kemudian spora menyebar pada areal yang luas dengan bantuan angin. Jika spora jatuh di tempat lembab akan berkecambah menjadi protonema yang menyerupai benang dan tumbuh menjadi lumut baru. Jadi, dalam daur hidupnya lumut mengalami metagenesis atau pergantian keturunan antara generasi gametofit dan generasi sporofit. Selain secara seksual, lumut juga berkembang biak secara aseksual, yaitu dengan membentuk tunas atau membentuk fragmen talus.
Lembaran talus merupakan gametofit karena dapat membentuk arkegonium yang menghsilkan ovum, dan membentuk anteridium yang menghasilkan spermatozoid. Adapun sporogonium yang merupakan hasil pertumbuhan dari zigot merupakan sporofit, karena dapat membentuk spora.
Generasi gametofit mulai dengan spora yang dihasilkan meiosis. Spora ini haploid dan semua sela yang dihasilkan dari sel ini juga haploid termasuk arkegonium dan anteridium (gamet). Jika dua gamet ini melebur membentuk zigot, maka mulailah generasi sporofit. Jumlah kromosom zigot adalah diploid dan semua sel yang diturunkannya melalui mitosis adalah diploid. Kemudian sel-sel tertentu mengalami meiosis yang haploid dan mulailah generasi gametofit.
Inilah yang dinamakan rizoid (akar semu) yang berfungsi menyerap air dan zat hara dari tempat hidupnya. Rizoid juga berfungsi untuk menambatkan tubuh lumut pada tempat hidupnya. Batang dan daun sejati belum ditemukan pada lumut, hanya pada lumut daun telah menunjukkan kemajuan dengan adanya struktur batang serta daun sederhana, tanpa jaringan pengangkut.
Lumut menyukai tempat yang teduh dan lembab, misalnya tembok, permukaan batuan, genteng, dan kulit pohon. Di tempat yang miskin zat organik pun Lumut tetap dapat hidup di tempat yang mengandung sedikit zat organik, asalkan memiliki kelembaban yang cukup.
Karena sifat toleran yang sangat tinggi tersebut, maka lumut dapat tumbuh dimana-mana. Inilah yang menjadi alasan mengapa lumut disebut tumbuhan kosmopolit. Talus berwarna hijau karena adanya klorofil menjadikan lumut mampu melakukan sintesis senyawa organik dengan bantuan sinar matahari. Jadi, lumut bersifat autotrof karena tidak bergantung pada organisme lain. Lumut menghasilkan spora sebagai alat perkembangbiakan.
Pada talus bagian atas lumut yang sudah dewasa akan terbentuk badan penghasil spora yang dinamakan sporogonium. Sporogonium merupakan perkembangan dari zigot, hasil peleburan spermatozoid yang dibentuk oleh anteridium dan ovum yang dibentuk oleh arkegonium. Spora dibentuk secara meiosis dalam kotak spora (sporogonium). Jika kotak spora telah masak, dengan gerak higroskopik kotak spora pecah dan spora-spora terlempar keluar.
Kemudian spora menyebar pada areal yang luas dengan bantuan angin. Jika spora jatuh di tempat lembab akan berkecambah menjadi protonema yang menyerupai benang dan tumbuh menjadi lumut baru. Jadi, dalam daur hidupnya lumut mengalami metagenesis atau pergantian keturunan antara generasi gametofit dan generasi sporofit. Selain secara seksual, lumut juga berkembang biak secara aseksual, yaitu dengan membentuk tunas atau membentuk fragmen talus.
Lembaran talus merupakan gametofit karena dapat membentuk arkegonium yang menghsilkan ovum, dan membentuk anteridium yang menghasilkan spermatozoid. Adapun sporogonium yang merupakan hasil pertumbuhan dari zigot merupakan sporofit, karena dapat membentuk spora.
Generasi gametofit mulai dengan spora yang dihasilkan meiosis. Spora ini haploid dan semua sela yang dihasilkan dari sel ini juga haploid termasuk arkegonium dan anteridium (gamet). Jika dua gamet ini melebur membentuk zigot, maka mulailah generasi sporofit. Jumlah kromosom zigot adalah diploid dan semua sel yang diturunkannya melalui mitosis adalah diploid. Kemudian sel-sel tertentu mengalami meiosis yang haploid dan mulailah generasi gametofit.